Burung Cendrawasih – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nama yang tepat untuk burung ini yaitu Cenderawasih. Namun lidah orang Indonesia sepertinya sudah terlalu lincah menyebutnya dengan burung Cendrawasih.
Burung ini masuk dalam anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Ada banyak fakta mengejutkan terkait burung yang dijuluki The Bird of Paradise. Apa sajakah fakta tersebut? Tim Jendela Hewan akan mengajak teman-teman menggali lebih dalam.
Makna Dibalik Nama Burung Cendrawasih
Julukan yang sungguh indah tersemat kepada burung yang memang memiliki bulu cantik ini. Namun apakah julukan tersebut diberikan padanya karena keindahan yang dimilikinya, atau adakah alasan lainnya?
Usut punya usut ternyata The Bird of Paradise disematkan pada Burung Cendrawasih bukan karena keindahannya saja. Justru ada kisah tragis di balik pemberian nama tersebut. Pada awal abad 20, keberadaan Cendrawasih mulai diketahui oleh bangsa Eropa. Burung-burung cantik ini kemudian menjadi bahan buruan yang paling banyak dicari.
Bulu-bulu indahnya yang halus dan memiliki aneka warna itu biasanya akan diubah menjadi hiasan topi dan mahkota para bangsawan. Namun sayangnya burung-burung itu dibawa dalam keadaan kakinya patah sehingga mereka tidak bisa menapakkan kaki di atas tanah.
Melihat hal tersebut, masyarakat Eropa berpikir burung Cendrawasih memang selalu terbang di atas tanah dan tidak bisa menapak. Kepercayaan itulah yang kemudian membuat Cendrawasih diberi julukan The Bird of Paradise.
Ada pula seorang peneliti biologi dari Inggris bernama Alfred Wallace yang memberi nama latin kepada burung Cendrawasih Paradisaea Apoda. Arti dari nama latin tersebut yaitu burung surga tanpa kaki.
Ternyata sejarah di balik nama Cendrawasih tak secantik namanya ya?. Daripada mengingat sejarah kelam di balik nama tersebut. Ada baiknya kita mengikuti kepercayaan masyarakat Papua saja. Bagi mereka, Burung Cendrawasih dianggap sebagai makhluk titisan dari surga.
Keelokan warna bulunya yang sangat indah selalu berhasil memukau siapapun yang melihatnya. Berdasarkan arti nama atau etimologinya, Cendrawasih adalah gabungan dari dua kata. Kata pertama yaitu “cendra” yang berarti dewa atau dewi. Sementara itu “Wasih” memiliki arti sebagai utusan. Karena hal inilah dulu bulu Cendrawasih selalu ada di setiap ritual adat masyarakat Papua.
Ciri-ciri Burung Cendrawasih
Burung Cendrawasih adalah salah satu burung yang memiliki banyak keistimewaan. Terdiri dari 14 genus dan spesies. Setiap spesies memiliki ukurannya masing-masing. Misalnya, Cendrawasih yang masuk dalam spesies King Bird of Paradise berukuran 15 cm, sementara itu spesies Black Sicklebill memiliki ukuran tinggi 110 cm.
Sementara itu berat Cendrawasih berkisar antara 50 gram sampai 430 gram sesuai jenis spesiesnya. Namun jenis yang paling terkenal dari Burung Surga ini adalah Cendrawasih Kuning Besar atau yang tenar dengan nama latin Paradisaea Apoda, berasal dari genus Paradisaea. Ciri-ciri utama dari burung Cendrawasih sebagai berikut:
1. Memiliki warna bulu cerah yang menarik perhatian; merah, kuning, biru dan hijau.
2. Cendrawasih diberi nama sesuai warna paling dominan pada tubuhnya, misal Cendrawasih Biru, Cendrawasih Merah, Cendrawasih Kuning Kecil, dsb.
3. Burung Cendrawasih jantan memiliki bulu yang lebih cerah dibanding betina. Gunanya untuk menarik perhatian dari para betina.
4. Burung Cendrawasih Jantan biasanya akan melakukan tarian untuk berebut perhatian dari betina. Tarian ini menunjukkan keindahan bulu dan bentuk badan si burung jantan.
5. Bentuk kaki Burung Cendrawasih bertipe petengger. Cirinya yaitu jari kaki panjang dan telapak kaki datar. Bentuk tersebut mempermudah burung ini saat bertengger di ranting-ranting pohon.
6. Tipe paruhnya adalah tipe pemakan biji. Cirinya berparuh tebal dan runcing, berfungsi untuk memecah biji.
Habitat Burung Cendrawasih
Burung Cendrawasih berasal dari Indonesia timur, pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia timur. Burung ini lebih suka tinggal di hutan lebat yang ada di dataran rendah. Burung ini suka wilayah yang memiliki tegakan tinggi dan percabangan yang sedikit rapat, sehingga terdapat beberapa jenis tumbuhan merambat di sekitarnya.
Beberapa jenis pohon yang biasa dijadikan tempat tinggal Cendrawasih yaitu pohon beringin (Ficus benjamina), Myristica sp., Pandaus sp., Instia sp., Palaquium sp., dan Haplolobus sp. Pohon tersebut dijadikan tempat untuk bernaung, bertengger, berlindung dan bersarang ataupun meletakkan telur-telurnya.
Burung ini sangat nyaman hidup di daerah hutan primer, sehingga jika habitat tersebut mengalami perubahan hingga tidak lagi nyaman untuknya, maka Cendrawasih akan berpindah ke wilayah lain yang sesuai dengan karakteristik hidupnya.
Makanan utama keseharian Cendrawasih yaitu bijian-bijian, serangga, buah berry, dan ulat. Di alam liar, kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada kondisi alam hutan. Oleh karena itu burung ini sangat rentah terhadap perubahan fungsi hutan.
Jenis-jenis Burung Cendrawasih
Memiliki 41 spesies, dan 37 di antaranya hidup di Papua, Indonesia. Namun ada tujuh jenis Burung Cendrawasih yang menjadi endemik. Mau tahu apa sajakah ketujuh jenis burung tersebut?
1. Cendrawasih Gagak (Lycocorax Pyrrhopterus)
Dinamai Cendrawasih Gagak karena memiliki penampilan seperti gagak. Berukuran panjang kurang lebih 34 cm. Memiliki bulu yang gelap dan lembut seperti sutera, serta berparuh hitam. Warna mata burung ini merah karmin. Uniknya, ia memiliki suara khas yang mirip gonggongan anjing.
Secara tampilan burung jantan dan betinanya tak banyak perbedaan. Hanya ukuran burung betina lebih besar sedikit dibandingkan burung jantan. Cendrawasih Gagak hidup dengan sistem monogami dan tinggal secara endemik di dalam hutan dataran rendah di kepulauan Maluku. Makanan utamanya yaitu serangga dan buah-buahan.
2. Cendrawasih Bidadari Halmahera (Semioptera Wallacii)
Ukuran burung Cendrawasih yang satu ini tak terlalu besar, kira-kira 28 cm. Bulunya lain daripada yang lain, yaitu memiliki warna coklat-zaitun. Keunikan lainnya yaitu burung ini merupakan satu-satunya anggota dari genus Semioptera. Burung jantan terlihat lebih menarik karena memiliki mahkota dengan warna ungu dan ungu-pucat yang mengkilat, sementara itu warna pelindung dadanya hijau zamrud.
Cendrawasih Bidadari Halmahera memiliki ciri paling mencolok yaitu dua pasang bulu putih yang panjang dan keluar menekuk dari sayapnya. Bulu itu bisa berubah posisi sesuai keinginan si burung, apakah mau ditegakkan atau diturunkan.
Sementara itu burung betinanya kurang menarik jika dibandingkan burung jantang. Tubuhnya memiliki warna dominan coklat zaitun dan ukurannya lebih kecil. Hanya ekornya saja yang lebih panjang daripada burung jantan.
Burung jantan Bidadari Halmahera termasuk jenis burung yang tak setia pada satu pasangan alias bersifat poligami. Cendrawasih Bidadari Halmahera jantan senang berkumpul, lalu menampilkan tarian udara yang indah.
Burung ini senang sekali meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang berwarna hijau mencolok, sementara bulu putih panjangnya di punggungnya dikibar-kibarkan. Tarian itu bertujuan untuk menarik perhatian para betina.
Burung Bidadari Halmahera merupakan burung endemik yang bertempat di kepulauan Maluku atau Pulau Halmahera sebagaimana namanya. Jenis burung cenderawasih ini tersebar di wilayah paling barat. Makanan utamanya yaitu buah-buahan, serangga, dan arthropoda.
Dari informasi yang tim Jendelah Hewan dapatkan, Ady Kristanto, Pengamat Burung dan Fotografi Alam, menyatakan bahwa George Robert Gray yang berasal dari Museum Inggris menamai cenderawasih jenis ini sebagai Bidadari Halmahera untuk menghormati Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago, orang Eropa yang pertama kali menemukan burung ini pada tahun 1858.
3. Cendrawasih Paradigalla Ekor Panjang (Paradigalla Carunculata)
Jika ingin melihat Cendrawasih dengan ukuran yang cukup besar, maka inilah dia. Ukurannya kurang lebih 37 cm. Memiliki warna dominan hitam, ekornya panjang dan juga runcing. Bisa dikatakan Cendrawasih ini adalah anggota tersederhana dalam keluarga Paradisaeidae.
Di saat burung Cendrawasih lain memiliki banyak warna yang mencolok, Cendrawasih Paradigalla ini hanya memiliki perhiasan satu-satunya yang nampak pada rona wajahnya yang berwarna-warni kuning, merah dan biru langit di dekat pangkal paruh.
Tak banyak perbedaan yang bisa dilihat dari burung jantan dan betina. Hanya saja ukuran betina lebih kecil dan warnanya lebih kusam. Kita bisa menemukan burung Cendrawasih jenis ini di wilayah Pegunungan Arfak, Semenanjung Doberai, Papua Barat.
4. Cendrawasih Astrapia Arfak (Astrapia Nigra)
Nama Cenderawasih ini cukup unik karena memiliki asal bahasa dari dua negara berbeda; Yunani dan Latin. Dalam bahasa Yunani, Astrapia berarti penerangan. Sementara itu dalam bahasa latin memiliki arti yang berkebalikan, yaitu hitam.
Burung endemik ini bisa kita temukan di area Papua Barat, Indonesia. Tepatnya di Pegunungan Arfak, Papua pada ketinggian antara 1700 – 2250 m, terutama di daerah Tamarau. Burung Cendrawasih jenis ini termasuk kategori aves yang langka dan dilindungi. Saat ini jumlahnya semakin terbatas dan hanya dapat ditemui di beberapa tempat, seperti Indonesia Timur.
5. Cenderawasih Parotia Arfak (Parotia Sefilata)
Burung cendrawasih jenis ini memiliki sifat yang khas, yaitu dimorfik. Maksudnya burung jantan dan betina memiliki bulu yang berbeda warna. Burung jantan berbulu hitam dan memiliki warna-warni struktural berbentuk perisai emas-hijau dan segitiga bulu perak di bagian mahkota. Tubuh burung jantan juga dihiasi dengan bulu hitam memanjang di sisi dada dan tiga kabel panjang di bagian belakang pada setiap mata.
Sementara itu burung betina tidak memiliki hiasan. Bulu dominannya berwarna coklat. Menjelang kawin, burung jantan akan menari layaknya balerina. Bulu hitamnya akan dibiarkan memanjang dan menyebar di sekitar rok, tepat di bagian bawah pelindung dada berwarna-warni.
Selama tarian yang spektakuler tersebut, burung jantan menggelengkan kepala dan lehernya dengan cepat untuk memamerkan kecemerlangan perhiasan perak berbentuk segitiga terbalik miliknya dalam rangka memikat betina. Parotia Arfak ini hanya bisa ditemukan di hutan pegunungan Vogelkop dan Semenanjung Wandammen di Papua Barat.
6. Cendrawasih Botak (Cicinnurus Respublica)
Burung cendrawasih ini termasuk jenis yang berukuran kecil, ukurannya sekitar 21 cm. Termasuk marga Cicinnurus. Burung jantan dewasa berbulu merah dan hitam, sementara itu tengkuknya memiliki warna kuning, mulutnya hijau terang, kakinya berwarna biru dan dua bulu ekor ungu melingkar. Kulit kepala burung ini memiliki warna biru muda terang dengan pola salib ganda hitam. Burung betina berwarna coklat dan bagian kulit kepalanya biru muda.
Burung endemik Indonesia ini bisa ditemukan di wilayah hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat. Penamaan ilmiah spesies ini diberikan oleh keponakan Kaisar Napoleon Bonaparte yang bernama Charles Lucien Bonaparte dan sempat menimbulkan kontroversi.
Bonaparte mendeskripsikan burung Cendrawasih Botak berasal dari spesimen yang dibeli oleh seorang ahli biologi Inggris bernama Edward Wilson beberapa bulan sebelum John Cassian. Penamaan burung ini dalam rangka menghormati Edward Wilson. Dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai Wilson Bird of Paradise.
7. Cendrawasih Merah (Paradisaea Rubra)
Burung Cenderawasih ini berukuran sedang, panjangnya sekitar 33 cm. Merupakan burung dari marga Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, serta berparuh kuning.
Burung jantan dewasa memiliki ukuran sekitar 72 cm, meliputi bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya. Bulu mukanya memiliki warna hijau zamrud gelap dan di bagian ekornya ada dua buah tali panjang dengan bentuk pilin ganda berwarna hitam.
Sedangkan burung betina memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan burung jantan. Wajah burung betina berwarna coklat tua dan tidak memiliki bulu-bulu hiasan.
Cenderawasih merah bisa kita dapati di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat.
Cendrawasih merah memiliki sifat poligami dalam urusan kembangbiaknya. Burung jantan memikat pasangan dengan melakukan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan akan meninggalkan betina dan ia mulai mencari pasangan yang lain, sedangkan burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Burung jantan yang, hanya mau senangnya saja, bagian susah burung betina yang harus mengurusnya.
Manfaat Burung Cendrawasih
Penelusuran yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata Indonesia, ternyata keberadaan Cendrawasih telah diketahui raja-raja di Eropa sejak 1522. Sebagaimana diceritakan di bagian awal artikel ini bahwa bulu Cendrawasih pada masa itu sering diolah menjadi hiasan mahkota dan topi para bangsawan. Hal itu tentu dikarenakan bulu Cendrawasih yang begitu indah.
Burung Cendrawasih juga konon sempat dijadikan hadiah dari Raja Maluku, diberikan kepada Raja Spanyol. Tidak hanya dibawa ke Eropa, masyarakat Papua juga sering menggunakan bulu Cendrawasih dalam pakaian adat mereka. Beberapa ritual adat Papua juga membutuhkan bulu burung Surga ini.
Perburuan terhadap burung Cendrawasih guna memperoleh bulu dan perusakan habitat, pada akhirnya menyebabkan menurunnya jumlah burung pada beberapa jenis, bahkan hingga ke tingkat terancam.
Sementara ancaman utama kepada Cendrawasih yang saat ini terjadi yaitu perusakan habitat dikarenakan oleh penebangan hutan. Untuk mencegah burung ini menjadi langka, burung-burung surga kini dilindungi dan perburuan hanya boleh dilakukan untuk kebutuhan perayaan dari suku setempat.
Dalam masyarakat Papua sendiri kesadaran akan pentingnya melestarikan burung surga ini juga semakin meningkat. Mereka kemudian sadar bahwa Burung Cendrawasih harus dilindungi. Sebagai wujud dari hal itu, Cendrawasih kemudian dijadikan maskot dan simbol kebanggaan masyarakat Papua. Sehingga penggunaan bulu Cendrawasih pada ritual-ritual adat saat ini hanya digantikan dengan bulu imitasi.
Burung Cendrawasih dengan kecantikannya ternyata memiliki segudang rahasia di baliknya. Semoga burung Surga ini bisa terlindungi dengan baik agar kelak anak cucu bisa terus melihat kecantikan burung tersebut.